Selasa, 15 Desember 2009

Impor Limbah, Tawaran Menggiurkan di Era Otonomi Daerah

Persoalan impor limbah kembali mengemuka setelah sejumlah pemerintah daerah di kawasan timur Indonesia mengaku telah didekati oleh beberapa negara yang ingin mengekspor limbahnya secara langsung ke daerah tersebut. Bagi pejabat daerah yang mulai dipusingkan dengan upaya mencari sumber pemasukan dalam rangka otonomi daerah, maka penawaran ini sangatlah menggiurkan. Layaknya games SimCity 3000 di komputer, negara tetangga akan menawarkan modal untuk melaksanakan pembangunan dengan imbalan alokasi sebagian wilayah kita sebagai tempat pembuangan sampah. Penawaran ini memang mendatangkan uang, namun semudah dan sesederhana itukah? Tulisan ini berusaha mengajak para pejabat di daerah sebagai pengambil keputusan untuk lebih arif dalam menyikapi penawaran impor limbah dengan mengkajinya dari sisi peraturan dan hukum yang mengaturnya.

Sebenarnya persoalan impor limbah bukanlah bahasan yang baru. Pada tahun 1996, Indonesia sudah pernah mengimpor limbah dari Australia, berupa: 2.417 ton limbah timah bekas, 105 ton aki bekas, dan 29.500 buah baterai bekas. Pada tahun 1998, sebanyak 91 kontainer sampah plastik impor, dimana separuh daripadanya mengandung limbah B3, tertahan di pelabuhan Tanjung Priok sebagai barang ilegal. Belum lepas pula dari ingatan, polemik rencana impor limbah lumpur dari Singapura untuk reklamasi Teluk Pelambung dan Pulau Nipah. Itu semua menunjukkan bahwa Indonesia merupakan sasaran bagi pembuangan limbah dari negara-negara maju.

Permasalahan limbah radioaktif dan bahan beracun yang mengancam kesehatan dan lingkungan termasuk dalam tujuh persoalan dunia yang keberadaannya terus diperdebatkan. Perhitungan global menunjukkan bahwa pada setiap tahunnya terdapat tiga juta ton limbah B3 yang melintas perbatasan antar negara. Konvensi Basel -konvensi yang mengatur perpindahan limbah antar negara- yang ditandatangani pada tahun 1989, sebenarnya telah melarang hal tersebut. Persoalan yang mengganjal adalah apakah limbah radioaktif harus tetap disimpan dan atau dibuang di negara yang menghasilkan limbah tersebut, sedangkan produk yang dihasilkan bisa dinikmati oleh negara lain.

Liberalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan penghapusan hak setiap pemerintah mengontrol ekspor oleh WTO (World Trade Organization) dikhawatirkan akan mengganggu keberadaan Konvensi Basel. Liberalisasi perdagangan dunia memudahkan industri di negara maju yang masih menggunakan teknologi yang mencemari lingkungan menghindarkan diri dari peraturan lingkungan yang diberlakukan secara ketat di negaranya. Ekspor limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang akan meningkat sejalan dengan semakin ketatnya peraturan di negara tersebut. Jika sedari sekarang tidak cepat mengantisipasinya, Indonesia -terutama kawasan timur- akan menjadi lahan empuk bagi pembuangan limbah.

Limbah B3, seperti apa toh?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 pasal 1, yang dimaksud dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (selanjutnya disingkat menjadi limbah B3) adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Prof. Sugeng Martopo (Alm.), Guru Besar Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM, kriteria bahan yang bersifat racun dan berbahaya adalah: (1) Eksplosif yaitu senyawa yang mudah meledak; (2) Oxidant yaitu terjadi reaksi eksotermis bila kontak dengan bahan yang mudah menyala; (3) Extremely flammable, Highly flammable, dan Flammable berkaitan dengan sifat pembakaran; (4) Very toxic yaitu bahan-bahan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang bersifat akut maupun kematian; (5) Harmful jika hanya menimbulkan resiko kesehatan sampai batas-batas tertentu, (6) Corrosive yaitu korosif pada kulit; (7) Irritant yaitu menyebabkan pembengkakan pada kulit; (8) Dangerous for the Environment yaitu menimbulkan gangguan secara langsung pada lingkungan, (9) Carsinogenic bila terhirup, terserap, atau terkena kulit, serta dapat menimbulkan kanker, (12) Mutagenic yaitu dapat menyebabkan perubahan pada gen, dan (13) Terratogenic yaitu senyawa yang bila terhirup dapat tercerna pada embrio (malformation of the embryo). Rincian dari masing-masing jenis dapat dibaca pada Lampiran PP No 85 tahun 1999.

Peraturan, Hukum, dan Sisi Lemahnya

Kebijakan pemerintah Indonesia yang masih memberikan ijin impor limbah, meskipun dimanfaatkan sebagai bahan baku daur ulang, tidak sesuai dengan jiwa Konvensi Basel. Hasil pertemuan berbagai pihak pada konvensi tersebut memutuskan pelarangan semua ekspor limbah B3 untuk tujuan pembuangan akhir dari negara industri ke negara non-OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) melalui keputusan II/2. Selain itu telah disepakati juga pelarangan semua ekspor limbah B3 untuk keperluan daur ulang dan reklamasi, termasuk untuk bahan baku, berlaku sejak tanggal 31 Desember 1997.

Larangan total impor limbah B3 sebenarnya telah diatur dalam PP No 19/1994 pasal 27 tentang Pengelolaan Limbah B3. Namun ketentuan tersebut diubah melalui PP No 12/1995 dengan tujuan membuka kemungkinan impor limbah B3 untuk penambahan bahan baku industri. Perubahan itu disebabkan adanya desakan dari instansi yang mengurus perdagangan dan perindustrian, serta upaya lobi dari negara OECD. Pemerintah pun berkilah bahwa larangan total akan melumpuhkan industri yang masih menggunakan limbah B3 sebagai bahan bakunya. Ternyata membuka kembali impor limbah B3 tersebut hanya sekedar mempertahankan beberapa industri aki, yang tidak sebanding dengan biaya lingkungan, sosial, dan politik yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia. Banyak pihak yang tidak setuju dan mendesak pemerintah untuk melarang total impor semua jenis limbah, namun keputusan tetap jalan terus.

Keberadaan SK Menteri Perdagangan No 349/Kp/XI/1992 tentang larangan impor sampah atau limbah plastik ke wilayah Indonesia tidak ditaati karena adanya intervensi ‘tangan yang lebih kuat.’ Indonesia seharusnya belajar dari ketegasan negara-negara di Afrika yang dalam Konvensi Bamako telah melarang impor limbah B3 ke Afrika dan mengendalikan pergerakan lintas batas dan pengelolaan limbah B3 antar sesama negara Afrika.

Perangkat hukum yang berlaku di Indonesia juga masih banyak mengandung kelemahan, karena belum dimasukkannya ketentuan ancaman hukuman pidana bagi pelanggarnya, khususnya pengimpor limbah B3. Sanksi pidana dalam UU No 4/1982 tidak bisa diterapkan bagi importir, karena sanksi pidana dalam undang-undang tersebut hanya ditujukan bagi pelaku pencemaran yang terbukti melakukan pencemaran. Tengoklah kembali kasus impor sampah dari AS yang membuat hubungan Cina-AS meregang pada tahun 1996. Sejak saat itu, pemerintah Cina memperketat pengawasan untuk mencegah masuknya impor sampah ilegal, meningkatkan pemeriksaan bea cukai, dan memberikan hukuman berat bagi pelanggar. Walhasil, William Ping Chen, seorang pengusaha AS keturunan Cina, diganjar hukuman penjara sepuluh tahun karena terbukti menyelipkan 238 ton sampah dan limbah rumah sakit diantara dua juta ton kertas bekas dan pengapalan logam. Bandingkan dengan kasus tertahannya 91 kontainer limbah B3 di Pelabuhan Tanjung Priok, yang sampai sekarang tidak ada kaji tindak hukumnya.

Perdebatan terhadap keberadaan PP No 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai pengganti PP No 19/1994 jo PP No 12/1995 harus segera diakhiri. Peraturan Pemerintah yang merupakan modifikasi dari RCRA -uji tingkat bahaya limbah di AS- ini sebenarnya sudah mengatur limbah B3 secara terinci dan memenuhi standar seperti halnya di negara-negara barat. Oleh karena itu, sektor pertambangan dan energi yang menyatakan tetap berkomitmen pada pembangunan berwawasan lingkungan, seharusnya tidak berusaha melonggarkan lagi peraturan ini. Apalagi setelah ditetapkannya PP No 85/1999 tentang Perubahan atas PP No 18/1999, sehingga keraguan akan referensi, ukuran, metode, maupun penggolongan yang digunakan ‘seharusnya’ dihilangkan.

Berkaitan dengan masalah impor limbah, pemerintah harus melakukan pengawasan yang cermat terhadap lalu lintas limbah dari luar negeri. Sesuai isi Konvensi Basel bahwa ekspor-impor limbah tetap merupakan urusan pemerintah pusat dengan negara yang bersangkutan dan tidak dilimpahkan ke daerah. Daerah tidak diijinkan mengimpor limbah secara langsung. Pemerintah daerah yang tetap nekat untuk memasukkan limbah/sampah dengan alasan sebagai bahan baku industri, akan berhadapan dengan UU No 23/1997 tentang Larangan Pengelolaan Limbah Impor.

Penutup

Sebagai simpulannya, yang pertama bahwa impor limbah merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Basel. Kedua, meskipun peluang impor limbah dimungkinkan bagi kebutuhan bahan baku industri, namun perlu diingat bahwa biaya cleaning up-nya ternyata jauh lebih besar. Ketiga, sesuai dengan isi Konvensi Basel bahwa daerah tidak diijinkan mengimpor limbah secara langsung tanpa persetujuan dari pemerintah pusat. Keempat, diperlukan peraturan daerah yang khusus mengenai pengelolaan limbah B3 dengan mengacu PP No 18/1999 dan perubahan atasnya yang terdapat dalam PP No 85/1999.

Akhirnya, selamat memainkan peran ‘Walikota SimCity3000’ di daerah otonomi Bapak-Bapak. Semoga keputusan untuk melakukan pembangunan yang bersih lingkungan-lah yang diambil, tanpa menghiraukan tawaran impor limbah dari negara lain yang tampaknya menggiurkan itu.

*) Penulis adalah buruh tambang minyak lepas pantai yang disela-sela waktu luang menjadi pekerja sosial kebencanaan.

Sumber :
Juniawan Priyono
http://www.sutikno.org/index.php?option=com_content&task=view&id=41&Itemid=51
24 Februari 2007

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus